JAKARTA (IndoTelko) – Wacana mewajibkan berbagi jaringan aktif (Network sharing) dengan merevisi PP Nomor 52/2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi dan PP Nomor 53/2000 tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit dianggap sama saja dengan menggadaikan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) telekomunikasi yang dimiliki negara.
“Menkominfo tidak serius mendukung Nawacita Presiden RI untuk membawa perusahaan negara menjadi yang memberikan dividen ke negara. Menkominfo rela dividen dari industri diberikan ke pihak asing, hal ini terbaca dari sikap dan kinerja menkominfo menangani revisi kedua PP itu,” tegas Direktur Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat Informasi (LPPMI) Kamilov Sagala di Jakarta, Rabu (28/9).
Dalam catatan Pria yang akrab disapa Bang Kami itu, BUMN Telekomunikasi yang menjadi andalan di bisnis Halo-halo adalah Telkom Group. Berdasarkan data tahun buku 2015, dividen yang diserahkan Telkom kepada negara sebesar Rp 4,88 triliun. Sedangkan untuk laporan pajak ke negara selama 2015, PPh sebesar Rp 13,07 triliun, PPn (Rp 7,98 triliun), PBB (Rp 40,5 miliar), dan Biaya hak Penyelenggara (BHP) jasa Telekomunikasi dan frekuensi Rp 4,2 triliun.
Menurutnya, berubah-ubahnya konsep network sharing dari tak wajib menjadi wajib seperti yang dipaparkan Menkominfo Rudiantara di media massa laksana membodohi publik.
“Ini Pak Menkominfo pikir kita gak baca media kali ya. Dia bulan April sampai Juni koar-koar di media, network sharing tak wajib, kemarin tiba-tiba bilang wajib mulai dari backbone hingga akses. Ini namanya menggadaikan BUMN telekomunikasi. Semua juga tahu siapa pemilik backbone terluas di industri telekomunikasi,” ketusnya.
Dikatakannya, sikap dan pernyataan Rudiantara yang berubah-ubah terkait network sharing bisa menimbulkan krisis kepercayaan di publik. “ Ada pepatah di minang yang sangat bagus, Kerbau itu dipegang talinya, manusia itu dipegang omongannya. Kalau Pak Menkominfo plin-plan, dan tidak bertanggung jawab dengan setiap perkataan bisa menimbulkan krisis kepercayaan terhadapnya,” ketusnya.
Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja BUMN Strategis Wisnu Adhi Wuryanto mengaku prihatin dengan sikap Menkominfo Rudiantara yang berubah-ubah tentang regulasi network sharing yang digodoknya.
“Beliau itu menteri loh, pejabat publik, apalagi peran kementrian ini melalui regulasinya dapat membuat merah-birunya perusahaan telekomunikasi. Saya tidak percaya kalau Kemenkominfo tidak berperan dalam proses ini (revisi PP). Harus diingat bahwa Kemenkominfo diyakini adalah inisiator revisi kedua PP ini,” tegas Wisnu.
Menurut Wisnu, jika network sharing dianggap sebagai perantara sembari menunggu proyek Palapa Ring selesai, kenapa harus dipaksakan untuk dijalankan. “Katanya ini perantara, kalau begitu geber saja Palapa Ring. Jelas-jelas kalau network sharing BUMN telekomunikasi bukan asetnya saja tergadaikan, tetapi hancur entitasnya. Ujungnya, negara bisa rugi,” ketusnya.
Dalam kesempatan lain, analis dari Bahana Securities Leonardo Henry Gavaza CFA mengkalkulasi kewajiban berbagi jaringan berpotensi menggerus marjin Earnings Before Interest Depreciation and Amortization Taxes (EBITDA) Telkom.
Dalam kalkulasinya EBITDA margin Telkom bisa terpangkas hingga 40%. Padahal EBITDA margin Telkom saat ini di atas 50%. Berapapun penurunan EBITDA margin akan berdampak kepada valuasi Telkom. Jika pendapatan Telkom turun, maka pajak dan deviden yang harus dibayarkan kepada pemerintah juga berpotensi tergerus.
Sebelumnya, Menkominfo Rudiantara mengaku tak banyak ikut campur tangan dalam revisi kedua PP yang akan mengubah wajah industri telekomunikasi ke depannya itu sejak perubahan dibawah komando Menkoperekonomian.
"Saya cuma dapat surat tembusannya saja. Saya hanya ikut sekali pembahasan, setelah itu tidak ikut lagi,” kata Pria yang akrab disapa Chief RA itu. (
Baca:
Polemik revisi PP)
Mengutip isi surat tembusan, Chief RA menyatakan network sharing wajib mulai dari level backbone hingga akses denganmemperhitungkan nilai investasi yang sudah dikeluarkan, terutama daerah-daerah yang boleh dikatakan remote area. Detailnya akan dituangkan dalam Peraturan Menteri. (
Baca:
Dampak Network Sharing)
Asal tahu saja, raja infrastruktur backbone di tanah air adalah Telkom. Emiten pelat merah ini membentangkan backbone serat optik di bumi nusantara sepanjang 83 ribu Km dari Sabang hingga Merauke. Telkom juga penguasa untuk link internasional dengan banyak masuk dalam konsorsium global yang menyambungkan Indonesia langsung ke Amerika Serikat atau melalui jalur Singapura ke Amerika Serikat. (
Baca:
Kekuatan Telkom Group)
Bicara level akses, Telkom masih menjadi jawara. Di Fiber To The Home memiliki 10 juta home passed. Bicara BTS, anak usahanya Telkomsel memiliki sekitar 120 ribu BTS. Jika network sharing diwajibkan, tentu semua competitive advantage ini lenyap.(id)